Hutan Tanaman Industri (HTI)
-
Apa itu Hutan Tanaman Industri?
Hutan Tanaman Industri (HTI) adalah perkebunan kayu monokultur skala besar yang ditanam dan dipanen untuk produksi bubur dan bubur kertas. Pohon-pohon seperti Eucalyptus dan Akasia ditanam melebihi batas produktivitas alami, dengan kecepatan tumbuh dan toleransi tinggi terhadap lahan terdegradasi. Kayu yang dihasilkan dari perkebunan ini digunakan secara luas sebagai bahan bakar dan konstruksi serta produksi kertas dan kain seperti rayon.
Pengembangan HTI dipromosikan besar-besaran di negara-negara Selatan, dimana Cina, Indonesia dan Brazil menjadi produsen utama sedunia untuk bubur kertas dan kertas.
Persoalan HTI
Hanya ada beberapa contoh dimana HTI ditanam di lahan terdegradasi. Kenyataannya, HTI merupakan salah satu penyebab utama deforestasi di mana hutan hujan tropis primer diganti dengan hutan monokultur Eucalyptus dan Akasia. Perubahan besar dalam penggunaan lahan tersebut berdampak pada kondisi lingkungan dan sosial. Perkembangan perkebunan skala besar dapat berdampak pada meningkatnya emisi gas rumah kaca, hilangnya keanekaragaman hayati serta konsekuensi negatif terhadap kondisi ekonomi lokal, mata pencaharian dan budaya masyarakat yang tergantung pada hutan.
Hutan asli berperan penting dalam melestarikan populasi adat, seluruh mata pencaharian tergantung pada mereka. Hutan merupakan sumber makanan, bahan bangunan, obat-obatan serta tanaman yang bermakna religius, dan hal tersebut adalah inti dari ekonomi dan budaya adat. Mengganti hutan hujan tropis dengan perkebunan dapat mengancam kelangsungan hidup masyarakat yang tergantung pada hutan .
Hal ini terjadi dalam industri bubur kertas dan kertas, dimana pendapatan bersih yang masyakat dapatkan dari perkebunan seringkali lebih rendah dibanding dari industri lainnya (sebagai contoh kelapa sawit dan karet).
Karena semakin banyak masyarakat menolak perluasan HTI, konflik-konflik atas akses lahan meletus di wilayah adat, dimana banyak pelanggaran HAM dilaporkan terjadi .
Fokus di Indonesia
Indonesia terus menjadi kontributor terbesar gas rumah kaca di dunia karena perubahan tata guna lahan. Banyak analis percaya bahwa usaha pemerintah Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari pemanfaatan lahan dan perubahan tata guna lahan sebagian akan tergantung pada 'reforestasi ' dan bukan pengurangan deforestasi' (CIFOR). Sebagian dari reforestasi ini akan terjadi melalui hutan tanaman industri. Pemerintah mentargetkan dalam 5-10 tahun ke depan mengembangkan 10 juta hektar perkebunan HTI baru. Sebagian dari perluasan ini terpusat pada lansekap kaya karbon (hutan alam dan/atau lahan gambut) di Riau, Jambi, Kalimantan Timur, Barat, Selatan dan Tengah serta Papua.
Kebijakan tersebut akan mendorong konversi hutan lebih luas dan emisi besar gas rumah kaca. Menurut CIFOR, 'Usaha pengurangan emisi melalui program perluasan perkebunan saja merupakan hal yang tidak mungkin.' Kontribusi ekonomi untuk negara juga belum berbukti. Dalam wawancara dengan LifeMosaic, Dr Rizaldi Boer berkat: "Kita dihadapkan pada pilihan-pilihan. Apakah menguntungkan membersihkan lahan gambut? Jika kita lihat emisi, 50% dari emisi Indonesia berasal dari lahan gambut. Namun kontribusi pembersihan lahan gambut pada ekonomi Indonesia hanya kurang dari 1 persen. Jadi tidak berharga. Menurut saya, ini tidak menguntungkan."
Proyek Kami
Pada tahun 2012 LifeMosaic memproduksi film untuk masyarakat adat dan lokal tentang perluasan HTI. "Dibalik Kertas" menghadirkan analisa tentang dampak perusahaan kertas dan bubur kertas pada masyarakat, membantu penonton untuk menganalisa apakah menerima pembangunan di wilayah mereka tersebut sesuai dengan kepentingan mereka. Film ini memberi informasi pada masyarakat bahwa permintaan internasionalah yang melestarikan industri; Perkebunan bubur kertas dan kertas skala besar berdampak pada hak-hak atas tanah, polusi air dan ekonomi lokal serta dampak global emisi gas rumah kaca dari industri terhadap perubahan iklim.
Film ini sedang disebarkan ke masyarakat yang tinggal di wilayah perluasan perkebunan serta LSM lingkungan dan adat, pengkampanye, para mahasiswa dan pengambil kebijakan. Film ini juga bisa ditonton dan diunduh (bagian 1 dan bagian 2) dari situs kami. Melengkapi film, kami juga menyusun panduan singkat yang dapat digunakan oleh fasilitator dan pengorganisir komunitas.
Advokasi
Pada awal tahun 2013, bersama LSM di Sumatra Utara KSPPM dan masyarakat Pandumaan-Sipituhuta, kami memproduksi dua bagian film studi kasus yang memfokuskan pada perjuangan masyarakat adat di Desa Pandumaan dan Sipituhuta untuk mempertahankan tanah ulayat dari rencana perluasan HTI. Jangan Hancurkan Pandumaan-Sipituhuta: Sebuah Kisah Daud dan Goliat serta Jangan Hancurkan Pandumaan-Sipituhuta: Sebuah Pembaruan bercerita tentang masyarakat yang hidup dan bekerja di lahan mereka selama 13 generasi dan sekarang terancam kehilangan hutan mereka.
Film advokasi telah menjadi bagian kampanye internasional oleh Rainforest Action Network, Intercontinental Cry, Forest Peoples Programme dan banyak organisasi lainnya untuk mempertahankan hak-hak masyarakat atas tanah mereka.
-
Dibalik Kertas - bagian 1 (Bahasa)
Dibalik Kertas - bagian 1 (Bahasa)
Dibalik Kertas adalah film tentang hutan tanaman industri yang juga dikenal sebagai HTI. Film ini ditujukan untuk ribuan masyarakat adat dan masyarakat lokal di seluruh Indonesia, yang lahannya berdekatan atau berada di dalam wilayah konsesi HTI, atau di wilayah di mana izin baru HTI direncanakan. Film ini berdasarkan suara - suara masyarakat dari 8 komunitas di Papua, Sumatra Utara, Riau dan Jambi, yang telah kehilangan sebagian atau semua tanah leluhur mereka untuk dijadikan HTI. Kita akan mendengar dampak yang sudah mereka alami terkait ekonomi kampung, air, budaya, bahan pangan serta hak-hak atas tanah mereka. Film ini juga memperlihatkan bagaimana masyarakat mengorganisir diri untuk menghadapi tantangan tersebut. (LifeMosaic, 2012)
Pengorganisisian Masyarakat, Dibalik Kertas - bagian 2 (Bahasa)
Pengorganisisian Masyarakat, Dibalik Kertas - bagian 2 (Bahasa)
Di film ini kita akan membahas strategi dan taktik yang di gunakan oleh masyarakat untuk membela hak-hak mereka ketika menghadapi HTI. Ada banyak contoh di mana masyarakat berhasil dalam memperjuangkan apa yang mereka inginkan untuk masa depan tanah mereka. Beberapa masyarakat mungkin masih bernegosiasi dengan perusahaan untuk menentukan bagian mana dari tanah masyarakat bisa dipergunakan, dan bagian mana yang tidak boleh disentuh oleh perusahaan. Beberapa masyarakat yang lain mungkin memilih sama sekali menolak pabrik dan perkebunan di tanah mereka , dan yang lain menginginkan pengembalian tanah mereka dari konsesi HTI yang sudah ada. Untuk semua situasi tersebut sangatlah penting bagi masyarakat untuk terorganisir dengan baik, memiliki informasi jelas dan bersatu agar dapat mengambil keputusan yang bijak dan membuat strategi yang ampuh untuk masa depan mereka. (LifeMosaic, 2012)
Pandumaan-Sipituhuta: Aksi Solidaritas di Poldasu Medan
Pandumaan-Sipituhuta: Aksi Solidaritas di Poldasu Medan
(Pandumaan-Sipituhuta / KSPPM / LifeMosaic, 2013)
-
Hutan Tanaman Industri (HTI) Berita
Masyarakat Adat Muara Lambakan Tolak PT. Fajar Surya Swadaya Masuk Wilayahnya
"Artinya pihak perusahaan memang tidak mempunyai niatan baik dengan masyarakat adat. Jadi kami akan terus melakukan perlawanan sampai wilayah adat kami bebas dari izin PT. Fajar Surya Swadaya,” Berita Komunitas (Amin / gaung.aman.or.id)
Tiga Desa di Jambi Tolak Ekspansi Perkebunan HTI
Masyarakat desa Olak Besar, Hajran dan Jelutih Kecamatan Bathin XXIV mendatangi Kantor BLHD dan Dinas Kehutanan Provinsi Jambi. Kedatangan warga desa ini terkait dengan rencana kehadiran PT RTI, yaitu sebuah perusahaan hutan tanaman yang akan melakukan ekspansi perkebunan di ketiga desa tersebut. Kegelisahan warga ini, mengingat areal yang akan dijadikan HTI merupakan kebun karet tua milik masyarakat. (Wihardandi / Mongabay)
Pembakaran Hutan Riau: Perusahaan Kertas dan Kelapa Sawit Tersangka
Tiga perusahaan kelapa sawit dan lima perusahaan kertas ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan pembakaran lahan di Riau pada Juni 2013. Korporasi yang diduga terlibat di antaranya menjadi pemasok bahan baku Asia Pulp and Paper (APP) dan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). (Perkasa / Binis.com)
Kelaparan dan kemiskinan di Indonesia
Organisasi masyarakat sipil menyerukan penghentian proyek MIFEE di Papua sebelum ada perbaikan bagi masyarakat setempat (FPP)
Kehancuran Hutan Pulau Rupat, Tercerabutnya Masyarakat Adat Akit di Riau
Hutan alam Pulau Rupat dibunuh. Pohon-pohon dibakar menggunakan bensin. Pohon-pohon dicerabut paksa dari dalam tanah dengan eskavator. (Made Ali / Mongabay)
300 Titik Api Riau dari Hutan Tanaman Industri
Selama satu dekade terakhir kebakaran hutan yang rutin terjadi dipengaruhi dengan adanya unsur kesengajaan pelaku usaha perkebunan skala besar dalam pembukaan lahan. (Tempo.co)
Kampanye perlindungan hutan APP menipu publik
Greenomics Indonesia mengungkapkan, raksasa Asia Pulp and Paper (APP) menipu publik dengan kampanye perlindungan hutan alamnya, kenyataannya, perusahaan itu telah lebih dulu membabat habis hutan alam di konsesinya sebelum menyuarakan kampanye tersebut. (AntaraNews)
Konflik Lahan dengan PT TPL, 16 Warga Pandumaan-Sipituhuta Tersangka
Konflik lahan antara PT Toba Pulp Lestari (TPL) dan masyarakat adat Pandumaan Sipituhuta, Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara (Sumut), kembali memanas. (Mongabay)
-
Video
Mama Malind su Hilang (Bahasa)
Kala penghancuran atas nama pembangunan datang, lagi-lagi alam dan masyarakat yang harus menjadi penderita. Potret ini terlihat dalam film dokumenter yang diproduksi Yayasan Pusaka, SKP KAME dan Gekko Studio berjudul ‘Mama Malind Su Hilang.’ Film ini menceritakan dan menyuarakan keberadaan Suku Malind di Kampung Zanegi, Distrik Animha, Kabupaten Merauke yang kehilangan hak dan akses memanfaatkan kekayaan alam serta hasil hutan seluas 169.000 hektar. (Gekko Studio / Pusaka / SKP KAME, 2012)
Percaya APP Sinar Mas?
Apakah anda percaya dengan slogan-slogan Sinar Mas yang mengusung praktik industri hutan berkelanjutan, melindungi habitat harimau, dan peduli dengan masyarakat lokal? Video ini mengungkap fakta apa yang sebenarnya terjadi di lapangan dibalik slogan manis yang sering didengungkan APP Sinar Mas ke media massa. (Greenpeace Indonesia)
-